Jaya Anggada gaya Yogyakarta dan Surakarta, diambil dari http://rhutami.files.wordpress.com/2010/01/anggada2.jpg
Kapi Cocak Rawun gaya Yogyakarta, diambil dari http://rhutami.files.wordpress.com/2010/01/cocakrawun.jpg
Anoman gaya Yogyakarta dan Surakarta, diambil dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=291729106109
PERBEDAAN SECARA SPESIFIK WAYANG KAPI YOGYAKARTA DAN SURAKARTA
Sesungguhnya transformasi bentuk gaya dari gaya Mataraman ke gaya Surakarta terletak pada beberapa aspek besar jika di pilah-pilah. Diantaranya adalah wayang kera. Pada gambar wayang-wayang Anoman ini tampak jelas perubahannya dari bentuk wayang bermata dua ke wayang bermata satu. Hal lain yang dapat di cermati adalah wayang Anoman gaya Yogyakarta terkesan lebih menunduk dengan pundak bagian belakang yang lebih naik ke atas sedang wayang Anoman gaya Surakarta yang terlihat lebih mendongak namun pundak belakangnya terlihat datar sehingga gelung sapit urangnya terlihat lebih tinggi. Hal lain yang sering kita jumpai adalah adanya kalung atau ulur-ulur yang sering kita jumpai pada wayang-wayang Anoman dari Surakarta , sedangkan dari Yogyakarta terlihat lebih sederhana dan sangat jarang di jumpai wayang Anoman dengan kalung ataupun ulur-ulur. Kendati demikian, permasalahan kalung dan ulu-ulur bukanlah sebuah hal yang signifikan dalam perbandingan kedua jenis wayang Anoman ini mengingat kalung hanyalah perlengkapan yang dapat ditambahkan pada tiap wayang sesuai dengan kehendak pembuatnya.
Pada wayang Jaya Anggada juga terlihat perbedaan yang sama pada wayang Anoman seperti transformasi jumlah mata dan juga perbedaan bentuk moncong dari wayang-wayang kera ini. Wayang Yogyakarta memiliki bentuk moncong yang agak bulat pada bagian depannya sedang pada wayang Surakarta, moncong dari wayang-wayang keranya berbentuk lebih tajam atau lancip.
Meskipun bentuk moncong kera yang ada memang merupakan suatu perbedaan yang dapat terlihat jelas, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah patokan yang pasti. Lihat saja wayang Kapi Susena dari Yogyakarta, di sana tampak bahwa Yogyakarta pun memiliki wayang kera dengan moncong agak lancip yang mendekati bentuk wayang kera gaya Surakarta, hanya saja perbedaan yang terlihat adalah jumlah mata dari wayang Kapi Susena yang masih merupakan bentuk umum dari pewayangan gaya Yogyakarta yaitu dua buah mata. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah wayang kera yang tercatat di pedalangan sehingga seniman wayang kulit pun harus lebih kreatif dalam menciptakan bentuk wayang yang baru. Dan hal tersebut tampak pada wayang Kapi Susena ini.
Dalam kisah ramayana yang disesuaikan dengan versi jawa atau pedalangan terdapat ratusan wayang kera namun hanya puluhan yang terealisasi dalam bentuk wayang secara real. Di antara puluhan wayang yang ada itu terdapat wayang kera biasa dan ada pula yang berkepala binatang. Di sini akan ditunjukkan dua tokoh wayang berkepala binatang setelah kita membahas bentuk wayang kera biasa di atas.
Wayang kapi satabali adalah contoh dari wayang kera dengan kepala hewan yaitu ayam. Jika kita lihat , sesungguhnya tidak ada perbedaan dari wayang keragaya Yogyakarta biasa dalam hal tubuh. Perbedaannya hanya terletak pada perbedaan bentuk wajah, dimana dalam gambar tersebut, Kapi Satabali menggunakan kepala ayam jago.
Pada wayang Jaya Anggada juga terlihat perbedaan yang sama pada wayang Anoman seperti transformasi jumlah mata dan juga perbedaan bentuk moncong dari wayang-wayang kera ini. Wayang Yogyakarta memiliki bentuk moncong yang agak bulat pada bagian depannya sedang pada wayang Surakarta, moncong dari wayang-wayang keranya berbentuk lebih tajam atau lancip.
Meskipun bentuk moncong kera yang ada memang merupakan suatu perbedaan yang dapat terlihat jelas, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah patokan yang pasti. Lihat saja wayang Kapi Susena dari Yogyakarta, di sana tampak bahwa Yogyakarta pun memiliki wayang kera dengan moncong agak lancip yang mendekati bentuk wayang kera gaya Surakarta, hanya saja perbedaan yang terlihat adalah jumlah mata dari wayang Kapi Susena yang masih merupakan bentuk umum dari pewayangan gaya Yogyakarta yaitu dua buah mata. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah wayang kera yang tercatat di pedalangan sehingga seniman wayang kulit pun harus lebih kreatif dalam menciptakan bentuk wayang yang baru. Dan hal tersebut tampak pada wayang Kapi Susena ini.
Dalam kisah ramayana yang disesuaikan dengan versi jawa atau pedalangan terdapat ratusan wayang kera namun hanya puluhan yang terealisasi dalam bentuk wayang secara real. Di antara puluhan wayang yang ada itu terdapat wayang kera biasa dan ada pula yang berkepala binatang. Di sini akan ditunjukkan dua tokoh wayang berkepala binatang setelah kita membahas bentuk wayang kera biasa di atas.
Wayang kapi satabali adalah contoh dari wayang kera dengan kepala hewan yaitu ayam. Jika kita lihat , sesungguhnya tidak ada perbedaan dari wayang kera
Wayang Satabali adalah wayang yang menunjukkan bentuk Yogyakarta yang masih dapat diidentifikasikan dari jumlah mata, namun wayang kera gaya Yogyakarta juga memiliki bentuk wayang kera dengan mata satu. Contohnya adalah wayang Kapi Cocak Rawun..
Sekarang menjadi agak sulit bagi kita dalam mengidentifikasikan wayang-wayang seperti ini karena jumlah mata dari wayang ini hanya satu dan tidak seperti wayang keraYogyakarta lainnya. Hal yang perlu kita lakukan dalam pengidentifikasian jenis wayang yang kurang jelas seperti ini adalah membandingkan bentuk tubuh dan juga panjang tangan. Wayang gaya Yogyakarta cenderung memiliki tangan yang lebih panjang daripada wayang gaya Surakarta . Hal ini dapat pula dilihat pada wayang-wayang yang lain. (Artikel ini disadur dari Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets) pada 01 Februari 2010 jam 8:03: http://www.facebook.com/note.php?note_id=291729106109).
Sekarang menjadi agak sulit bagi kita dalam mengidentifikasikan wayang-wayang seperti ini karena jumlah mata dari wayang ini hanya satu dan tidak seperti wayang kera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar